Rabu, 24 November 2010

SIMPAKNG "TANAH TERJANJI" YANG DIANAKTIRIKAN

Di wilayah Kabupaten Ketapang, hampir semua daerah berdasarkan keberadaan sub-suku Dayak sudah terjamah oleh perusahan kapitalis. Sebut saja daerah yang sebagian besar didomisili oleh sub-suku Dayak Krio, Laur, Jalai, Kendawangan dan Pesaguan sudah di rambah perusahaan perkebunan kelapa sawit, sedangkan di daerah yang didomisili sub-suku Dayak Kayong oleh perusahaan HPH.

Salah satu daerah yang masih terle-pas dari cengkeraman perusahaan ada-lah sebagian besar didomisili oleh sub-suku Dayak Simpakng, sehingga dalam hal pengelolaan sumber daya alamnya masih menyandarkan diri pada pengetahuan dan kerarifan lokal masyarakat setempat.

Secara geografis daerah ini berada di dua kecamatan yakni Kecamatan Sim-pang Hulu dan Kecamatan Simpang Dua yang terletak di sebelah Utara Kabupaten Ketapang dan berbatasan langsung sebelah Timur dengan Keca-matan Nanga Taman dan Nanga Mahap (Kabupaten Sekadau), serta Kecamatan Sungai Laur (Kabupaten Ketapang). Sebelah Barat dengan Kecamatan Batu Ampar (Kabupaten Pontianak). Sebelah Selatan dengan Kecamatan Simpang Hilir (Kabupaten Ketapang). Sebelah Utara dengan Kecamatan Meliau dan Kecamatan Toba (Kabupaten Sanggau).

Luas wilayah adat yang sepenuhnya menjadi hak kelola rakyat Simpakng ada-lah 4.223 km2 setara dengan 11,79 % dari luas keseluruhan Kabuapten Keta-pang yang seluas 35. 809 km2. Sedangkan sebanyak 95 % pekerjaan rakyat Simpakng adalah petani terpadu (braga) karena segala aktivitas pertanian yang dilakukan terintegrasi dalam satu kesatuan, misalnya petani karet merangkap menjadi peladang, pencari rotan, berkebun sayur-sayuran dan lain sebagainya.

Berdasarkan letaknya yang strategis dan kekayaan sumber daya alamnya, Benua Simpakng adalah salah satu “tanah terjanji” yang menjanjikan sebuah harapan bagi pengembangan ekonomi kerakyatan. Namun sungguh ironis, keberadaannya tidak didukung dengan kepedulian pihak pemerintah membantu kesulitan rakyatnya yang berada di daerah ini.

Fakta yang terjadi sampai saat ini, rakyat Simpakng belum menikmati apa yang disebut pemerataan hasil pem-bangunan secara adil dan bijaksana, dimana status sebagai salah satu daerah pamasok karet tertinggi justru tidak berbanding lurus dengan akses transportasi yang semestinya diterima dalam rangka mendongkrak tingkat perkem-bangan aktivitas perekonomian rakyat.

Sejak Indonesia merdeka, perhatian pihak pemerintah sangat kecil terhadap perkembangan daerah Simpakng terutama pembangunan jalan aspal yang menjadi pondasi kehidupan perekonomian rakyat.

Minimnya perhatian pemerintah dalam mengatasi kesulitan dan penderitaan rakyat selama ini adalah fakta bahwa demokrasi di bumi Indonesia yang seyogyanya menjadi milik rakyat ternyata sudah menjadi milik para kaum kapitalis. Dari realitas tersebut, apakah rakyat Simpakng tetap menggantungkan harapan pada pihak luar yang justru akan menghancurkan kelestarian alam sebagai jantung kehidupan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar