Senin, 08 November 2010

DAHAS

Dahas adalah Istilah lokal yang digunakan Masyarakat Adat Dayak Jalai untuk merujuk pada sebuah kearifan yang dimiliki dalam mengelola kawasan hutan. Kawasan dahas ini terdapat ratusan bahkan ribuan jenis sumber-sumber alam yang dikelola secara terpadu. Kearifan lokal ini sesungguhnya sudah mereka lakukan jauh sebelum state ini lahir. Dahas merupakan manifestasi dari pola manajemen hutan secara terpadu, pusat kegiatan ekonomi, sosial budaya, dan politik komunitasnya. Dahas ini juga biasanya menjadi tempat pemukiman alternatif bagi sebuah keluarga setelah kampung. Dari dahas mereka mudah mengakses sumber-sumber ekonomi seperti ladang, kebun karet, kebun kopi, kebun buah, sumber air, dan lain-lain, serta memelihara hanyam ingoan (binatang ternak) seperti ayam, bebek, babi, anjing, kucing.

Kearifan ini bukanlah sebuah proses singkat dan mudah. Pengetahuan tentang konsep pengelolaan secara integratif ini memang tidak seperti ilmu pengetahuan modern yang mempelajari adanya tata ruang dalam mengelola sebuah kawasan. Pembentukan Dahas ini merupakan paduan dari konsep alamiah dan karena kehendak manusia. Sehingga tanam tumbuh baik yang ditanam maupun yang tidak ditanam hidup secara bersamaan dalam satu kawasan. Dan itu dilakukan melalui proses tahapan yang panjang. Proses pembentukan dahas selalu dimulai dengan membuka hutan rimba untuk lokasi perladangan. Usaha pertanian semacam itu dalam istilah lokal yang digunakan disebut Lakau Humaq. Dari aktivitas lakau inilah yang kemudian menjadi cikal bakal pembentukan dahas.

Pada saat lakau sedang ditugal (ditanam) padi, sang pemilik ladang akan membuat pondok yang sifatnya sementara. Pondok ini biasanya akan tetap ada sampai pada selesai musim panen sebagai tempat untuk berteduh. Biasanya, sang pemilik ladang mendirikan pondok di tempat-tempat strategis, misalnya dekat dengan sumber air (sungai), bisa di pinggir, dan juga di tengah ladang. Selama menunggu ladang-nya menghasilkan, sang pemilik ladang akan menanam berbagai jenis tanamam produktif, seperti pinang, sirih, pisang, nenas, kopi, kelapa, durian, rambutan, langsat, kusik, sedawak, pekawai, teratungan, buah saniq, asam paoh, kalimantan, hambawang, tengkabang, satar, tabadak, ketuat, sanggau, sibau, kariataq, duku, mentawaq, kapul, kakaliq, nangka, bangkul, lembacang, yeyabaq, kerimbaian, limau purut, malui, dan lain-lain secara periodik di sekitar pondok ladangnya tersebut. Menanam berbagai macam bibit tanaman biasanya tergantung dengan musim buah. Karena pada musim buah ketersediaan bibitnya masih sangat melimpah. Pondok ini belum ditinggalkan tetapi sang pemilik hanya mengontrol dan mengawasi perkembangan ladangnya langsung dari benuaq (kampung). Biasanya, setiap kali pemilik ladang mendatangi ladangnya, maka akan berhenti sejenak di pondok tersebut dan sembari menanam berbagai tanaman.

Setelah ladang tahun pertama selesai dipanen dan pada tahun berikutnya sang pemilik ladang hendak membuat ladang di lokasi yang tidak jauh dari ladang tahun sebelumnya, maka kemudian mereka akan mendirikan rumah yang sifatnya sudah permanen dan sebuah jurung (lumbung). Tahap ini belum disebut dahas, tetapi disebut perumahan. Karena biasanya intensitas mereka tinggal di belum permanen, kadangkala mereka masih pulang ke benuaq (kampung). Atau dalam kata lain, mereka belum menetap sepenuhnya di perumahan itu, tetapi mereka akan mulai memelihara hewan-hewan ternak seperti babi, ayam, bebek, anjing, kucing serta memperluas dan memperbanyak tanam produktif yang sudah ada sebelumnya sembari menjalankan aktivitas bertani. Pada tahap ini, tanam tumbuh yang ditanam ketika membuat pondok masih kecil-kecil.

Sebenarnya, perbedaan perumahan dengan pedahasan sangat tipis. Hanya saja perumahan adalah tahapan baru memulai untuk menginvestasikan sumber-sumber ekonomi kelak. Setelah perumahan ini berkembang, selanjutnya akan berevolusi menjadi dahas. Biasanya ciri-ciri peralihan dari perumahan menjadi dahas ditandai dengan semakin berkembangnya tanam – tumbuh disekitar pemukiman. Kayu sudah mulai membesar dan tanaman buah-buahan sudah ada yang menghasilkan. Pada tahap ini, pemilik sudah mulai menetap atau sudah inten tinggal dan hidup di dahas. Bahkan beberapa anak usia sekolah, ada yang harus menempuh perjalanan dari dahas.

Tahap-tahap perkembangan yaitu dimulai dari tahapan yang disebut Dahas Mudaq dan Dahas Tuhaq. Penentuan kriteria dahas ini berdasarkan tingkatan usia dan keturunan kepemilikannya. Dikatakan Dahas Mudaq, jika sang perintis dahas tersebut masih hidup. Dan jika dikatakan Dahas Tuhaq apabila dahas tersebut sudah berlangsung selama beberapa kali peralihan keturunan atau keturunan pertama yang membuka pedahasan sudah tidak ada lagi dan pengelolaannya sudah diserahkan ke generasi selanjutnya. Kemudian dahas tuhaq ini akan berkembang lagi menjadi dahas lambat dan dahas basar. Dahas lambat adalah dahas yang sudah ditinggalkan, tetapi proses pemeliharaannya tetap berlansung kontinyu. Sedangkan dahas basar adalah keberadaan dahas yang masih ditunggu atau dikelola langsung, letaknya strategis yang ditandai dengan akses transportasi yang sudah lebih baik, dan komunitas yang tinggal di dahas itu sudah mulai ramai atau sudah memenuhi syarat terbentuknya sebuah benuaq (kampung). Dalam beberapa kampung Dayak Jalai, sejarah berdirinya kampung mereka hampir semua menuturkan bermula dari dahas ini. Jadi jangan memandang remeh kearifan dahas yang dilakukan Dayak Jalai ini. (FRANS LAKON)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar